Dunia Mengakui Bahwa Danau Toba Adalah Tempat Paling Indah.


Ada berjuta asa yang hadir saat pemerintah pusat merencanakan pengembangan Danau Toba. Jelas, karena danau ini memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata yang mendunia. Tak hanya karena keindahan alamnya, tapi juga keindahan dan kekayaan budaya masyarakatnya. Ada banyak hal berbeda yang akan memanjakan wisatawan.

“Bukan kemewahan hotel-hotel, fasilitas kereta gantung atau sejenisnya yang akan jadi unggulan di Danau Toba. Tapi alam yang luar biasa dan budaya lokal yang begitu kaya. Itu yang utama,” jelas Jhon Fawer Siahaan dari Komunitas Jong Batak, Kamis (21/1) menanggapi adanya program pemerintah pusat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata yang mendunia.

Dia mengatakan, sangat mengapresiasi rencana tersebut. Namun, yang sangat disesalkan, pemerintah pusat hanya bicara soal kemewahan yang notabene bisa didapatkan di berbagai daerah wisata di Indonesia, juga di dunia. “Lalu, kalau bicara kemewahan, apa bedanya dengan yang lain?” ujar Jon Fawer. Lalu, bagaimana agar wisata di Danau Toba jadi berbeda? “Mengembalikan keaslian Danau Toba,” ujar pria lulusan Universitas Negeri Medan ini.

Salah satu langkah tepat yang sebaiknya dilaksanakan adalah membuat zonaisasi wisata. Misalnya, khusus Pulau Samosir dijadikan sebabagi basis wisata budaya. “Artinya, lokasi ini jangan tersentuh dengan kemewahan dan modernisasi. Terkecuali jaringan komunikasi seperti internet ya,” ujarnya.

Dan, untuk membangun Pulau Samosir sebagai basis wisata budaya, bebera hal yang perlu dikerjakan adalah pelestarian dan pemugaran kembali rumah-rumah adat Batak yang telah rusak. “Rumah-rumah Batak ini jelas jadi atraksi wisata yang berbeda. Rumah Batak ini sarat sejarah, kaya akan filosofi dan merupakan situs budaya yang paling mudah didapatkan,” jelasnya.

“Jadi, dana yang dianggarkan tak hanya untuk pembangunan jalan, hotel, kereta gantung, dan sebagainya. Tapi pemeliharan dan pemugaran kekayaan budaya ini juga harus dipikirkan,” imbuhnya.

Selain rumah adat, atraksi lainnya adalah aktivitas budaya. “Misalnya, mangalahat horbo. Atraksi ini hanya bisa kita temui di Tanah Batak yang mengandung begitu banyak makna. Inilah keistimewaan yang saya maksud,” ujarnya.

Selain itu, ada pertunjukan Opera Batak, Tortor Sigale-gale dan aktivitas budaya lainnya. Bahkan, aktivitas pertanian tradisional di Samosir juga merupakan potensi wisata yang berbeda. “Terutama bagi wisatawan internasional, sajian wisata yang beginilah yang menarik bagi mereka. Mereka seakan berada di zaman yang berbeda dan itu akan selalu dirindukan,” ujar pria yang juga bergabung dalam Komunitas Jendela Toba ini.

Selain itu, atraksi wisata naik solu (kapal kecil) juga akan menjadi sajian berbeda bagi wisatawan. Mereka akan merasakan sensasi yang berbeda ketika naik solu sembari menikmati udara yang segar serta pemadangan yang eksotis. “Beginilah konsep yang seharusnya diutamakan,” tegasnya.

Dengan adanya atraksi budaya tersebut, maka akan memperpanjang waktu tinggal para wisatawan dan akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Dan, inilah dampak yang sebenarnya dinanti-nantikan masyarakat. Pengembangan wisata tak sekedar member keuntungan bagi pemodal, namun juga bagi masyarakat sekitar.

“Kalau hanya menikmati keindahan alam, mungkin cukup satu atau dua jam saja. Namun, bila ada atraksi yang dinantikan, maka akan memperpanjang waktu inap mereka. Misalkan, seorang wisatawan datang pada hari Kamis, sementara akan ada jadwal pertunjukan Opera Batak pada Sabtu. Maka, ia akan bertahan beberapa hari lagi untuk menyaksikan opera tersebut. Tentu belanja yang dikeluarkannya selama beberapa hari lagi akan bertambah dan akan berdampak baik bagi masrakat sekitar,” ujarnya.

Lebih lanjut Jhon Fawer menyampaikan, selain memelihara keaslian wisata budaya, sumber daya manusia juga menjadi hal utama dalam mendorong berkembangnya wisata. Bahasa serta tenaga pemandu juga sangat penting untuk memberi kenyamanan lebih bagi wisatawan. “Misalnya, bila ada wisatawan yang ingin naik solu, tentu harus ada pemandu yang benar-benar mahir untuk memberikan rasa nyaman kepada wisatawan,” ujarnya.

Beri Kenyamanan
Senada disampaikan Andre Beriman Sirait, seniman muda di Parapat. Dia mengatakan, untuk memajukan wisata Danau Toba, pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana pengunjung dapat betah berlama-lama. Tentunya wisatawan harus disibukkan dengan melihat-lihat hal yang menarik, salah satunya adalah pertunjukan seni budaya.

Selain keindahan alam, kekayaan budaya, kenyamanan pengunjung juga merupakan syarat untuk ‘memaksa’ pengunjung datang kembali. “Kita sebagai warga Parapat, jangan membuat pengunjung jera. Jangan berpikir bahwa pengunjung datang hanya sekali, tetapi prinsipnya harus menjaga langganan,” kata Andre.

Dijelaskan, dia sering mendapat pengakuan kurang baik dari sejumlah masyarakat yang pernah mengunjungi Danau Toba, khususnya Parapat. Mereka mengeluhkan tidak transparannya pedagang membuat harga menu-menu makanan yang ditawarkan. Banyak yang mengaku membayar bil makanan merasa dijebak dan harganya kadang tidak masuk akal.

Dikatakan, tidak semua pengunjung Parapat dari kalangan atas, tetapi banyak juga dari kalangan menengah dan bawah.

“Pengunjung tetap membayar, tapi akan ada rasa kesal. Akhirnya ke depan, enggan mengunjungi Parapat. Jadi perlu ada perubahan agar wisata bisa menjadi tumpuan hidup kita,” terangnya.

Ditambahkan, pedagang di Parapat seharusnya memberikan banyak kemudahan-kemudahan kepada pengunjung. Pada prinsipnya, wisatawan siap membayar berapa saja jika itu memang harga yang wajar dibayar.“Simpel saja. Misalkan, jika sudah menyewa tikar, tidak perlu lagi dikenakan biaya penggunaan kamar mandi atau ruang ganti pakaian,” ujarnya mencontohkan.

Selanjutnya, Kelok Sirait, kader Gerakan Muda Kristen Parapat menambahkan, masih kurangnya kesadaran insan pariwisata di Parapat untuk menjaga kebersihan, terutama di wilayah pantai. Dikatakan, sampai saat ini, baik pedagang maupun pengunjung, tak merasa risih membuang sampah di pantai.

“Ini harus menjadi catatan bersama. Kebersihan itu sangat penting dan manfaatnya untuk kepentingan bersama. Semakin bersih, akan semakin nyaman,” katanya.
Kelok mengharapkan,rencana pemerintah untuk mengelola pariwisata Danau Toba lebih sebaiknya melibatkan seluruh warga di sekitar Danau Toba. Dibutuhkan pencerahan-pencerahan langsung kepada masyarakat, sekaligus dilakukan pembinaan pembinaan agar warga dapat mengambil peluang dari kebijakan tersebut. “Tentunya pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya,” ujarnya.

Jangan Abaikan Nasib Petani KJA
Petani ikan keramba Jaring Apung (KJA) di Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun, meminta pemerintah pusat tidak mengabaikan nasib mereka. Sudah puluhan tahun petani menggantungkan nasib pada usaha peternakan ikan mas dan nila dan petani sudah menginvestasikan modal yang cukup besar untuk usaha ini dan hasilnya juga telah dinikmati.

“Anggo usaha keramba on dilarang, aha ma passarian nami. Pamarentah maningon mamikkirhon nasib ni hanami (kalau usaha keramba ikan dilarang, apalagi sumber pendapatan kami. Pemerintah harus memikirkan nasib kami),” kata Kaspar Purba dari Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Lestari Alam Jaring Apung Haranggaol.
Kaspar mengatakan, sebelumnya mereka tidak pernah ditanya atau dilibatkan soal kebijakan tentang Danau Toba. Namun apapun kebijakan itu, dirinya berharap tidak hanya sekedar proyek yang menguntungkan orang di pemerintah pusat dan merugikan warga sekitar Danau Toba.

Sebagai masyarakat pesisir Danau Toba, masyarakat mendukung upaya pemerintah pusat untuk mengelola Danau Toba menjadi ‘Monaco’ Asia. Namun dalam pengelolaannya diharapkan tetap berdampingan dengan usaha budidaya ikan. Pasalnya, ratusan petani di Haranggaol sangat serius dalam usaha budidaya ikan tersebut, bahkan hingga berani berinvestasi meminjam ke bank untuk modal usaha.

“Kita memang belum mengetahui secara pasti apa kelanjutan kebijakan pengembangan Danau Toba. Namun desas-desus membersihkan Danau Toba dari KJA sudah sampai ke telinga petani ikan. Ini membuat petani khawatir. Karena jika itu terjadi, maka mata pencarian warga akan terputus. Efek sosialnya akan berpengaruh kepada kehidupan petani,” terangnya.

Akan Sia-sia Tanpa Infrastruktur Memadai
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Haranggaol Ronal Sinaga mengatakan, pemerintah pusat seharusnya terlebih dahulu membangun infrastruktur jalan lingkar Danau Toba. Jalan lingkar sangat penting untuk meningkatkan mobilitas sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

“Kita berharap untuk kebijakan yang berdampak langsung dengan masyarakat, dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Ditanya apa pendapat masyarakat sekitar Danau Toba,” katanya.

Menurut Ronal, sah-sah saja pemerintah pusat membentuk badan untuk mengelola wisata di Danau Toba. Namun tidak serta merta isu wisata memutus apa yang ada sekarang dan dampaknya telah dirasakan masyarakat.

“Keramba jaring apung menjadi sumber pendapatan masyarakat merupakan fakta sekarang. Terlepas dari isu pencemaran danau yang disebut-sebut selama ini, tapi dari hasil penjualan ikan tersebut, petani dapat membiayai kehidupan sehari-harinya, termasuk untuk biaya menyekolahkan anak,” terang Ronal.

Ronal berharap, proyek bertajuk pengembangan kawasan Danau Toba ini tidak sekadar menjadi ‘lahan’ korupsi oknum-oknum yang mengambil kesempatan, sementara dampaknya tidak menguntungkan bagi masyarakat sekitar Danau Toba.

Terkait PT AN dan PT Japfa, Masih Tunggu Koordinasi
Pernyataan Sekda Pemkab Simalungun Gidion Purba yang mengatakan segera melayangkan surat kepada PT Aquafarm Nusantara (PT AN) dan PT Japfa untuk menghentikan aktivitas usaha di kawasan Danau Toba, ternyata belum ada tindak lanjut.

Seperti keterangan Kepala Bidang (Kabid) Perizinan dan Non Perizinan Amon Sitorus bahwa hal itu masih dikordinasikan karena petunjuk dari pimpinan, dalam hal ini Kepala Badan Pelayanan Perizina Terpadu (BPPT) belum ada.Menurut Amon, karena sebagian lokasi usaha PT Aquafarm juga berada di Tobasa, mereka pun harus menjalin koordinasi dengan Pemkab Tobasa. “Intinya kita masih menunggu petunjuklah dari pimpinan. Atau bahkan ada lagi nanti arahan dari Menteri, kita tunggu saja,” imbuhnya

Disinggung soal operasional PT Allegrindo, yang diduga membuang limbahnya ke Danau Toba, Amon menyatakan bahwa mereka belum ada melakukan pembahasan terkait operasional perusahaan yang bergerak di bidang peternakan itu.

“Pembahasan kita belum sampai sana. Kalau bicara soal lingkungan, saya juga tidak terlalu jauh mengurusi itu, karena ada Badan Lingkungan Hidup. Terkait dampaknya terhadap lingkungan, Badan Lingkungan Hidup yang mengetahui itu,” ujarnya

“Kalau hemat saya, yang ketiga (PT Allegrindo) masih ada itu dan masih aktif. Karena itu sudah lama ada. Bagaimana proses pada saat itu, saya belum tahu, karena saya belum di sini. Masih baru saya di sini. Nanti coba kita cek lagi soal perizinan-perizinan apa saja yang telah mereka miliki. Karena mungkin ada sebagian izin mereka dari provinsi,” imbuhnya.

Sosialisasikan Konsep Otorita
Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba diharap bisa menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata unggulan yang kembali disorot dunia.
Untuk mewujudkan itu, Badan Otorita tentunya perlu dukungan dari semua elemen masyarakat, khususnya penduduk sekitar dan pemerintah daerah se-kawasan danau kebanggan warga Sumatera Utara ini.

“Pemerintah pusat sudah siap dengan segala konsep pembangunan serta penataan Danau Toba untuk dijadikan destinasi wisata unggulan. Sekarang yang perlu kita sikapi, bagaimana kesiapan kita masyarakat daerah, agar danau ini bisa menjadi destinasi wisata unggulan. Danau Toba harus berbenah,” kata anggota DPRD Tobasa, Sahala Tampubolon, Kamis (21/1).

Yang lebih penting adalah kesadaran masyarakat sekitar, mulai dari pembenahan sikap dan lainnya. Sebab mewujudkan destinasi wisata tidak cukup sebatas menyiapkan sarana dan prasarana wisata.

“Masyarakat harus bisa merubah sikap dan menerima perubahan. Seperti budaya bersih, ramah tamah, sopan dan menjaga kenyamanan wisatawan,” katanya.

Mantan bupati pertama Toba Samosir itu juga menggagasi agar Pemkab Tobasa siap mendukung program Otorita Danau Toba sejak dini. “Langkah awal, perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, bagaimana konsep Otorita Danau Toba dan apa manfaatnya bagi masyarakat dan pemerintah. Kemudian menata lingkungan, baik pemukiman, lalulintas, pasar-pasar dan pusat keramaian lain yang bersentuhan dengan wisata,” pintanya.

Selain itu, Ketua Fraksi Golkar Tobasa itu juga mengingatkan kepada Badan Otorita Danau Toba, agar nantinya jangan seolah-olah berkuasa. Namun diharapkan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah se-kawasan danau ini.

“Jangan terjadi tarik menarik antara kebijakan Badan Otorita dengan Pemerintah Daerah, apalagi sampai bersinggunan. Namun bagaimana melakukan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan Pemda sekitar, sehingga terwujud keselarasan kebijakan dan aturan-aturan yang akan diterapkan nanti,” tandasnya. (TH/int/oga/ara/dhev/esa)





LANGSUNG SHARE KE MEDSOS...